Energi dari Biomasa: Potensi, Teknologi dan Strategi
Disampaikan dalam Seminar Nasional Energi Terbarukan
Diselenggarakan oleh FMIPA UNS, 10 Maret 2009.
1. Potensi Biomasa
Secara umum terdapat tiga jenis sumber bahan bakar biomasa, yaitu hasil hutan, tumbuhan energi, sisa kegiatan pertanian. Dari kesemua biomasa, kayu merupakan biomasa yang sudah lama dikenal oleh masyarakat. Kayu sebagaimana biomasa lainnya adalah bahan bakar terbarukan. Selama produksi dan pemanfaatan kayu, karbon yang dihasilkan hampir netral. Walaupun selama pembakaran kayu dihasilkan CO2, kayu juga mengabsorb CO2 selama proses fotosintesis. Pemanfaatan biomasa kayu sebagai bahan bakar umumnya dalam bentuk kayu bakar, serbuk kayu, dan arang kayu.
Sebagai negara agraris, Indonesia mempunyai potensi bahan bakar biomasa dari sisa kegiatan pertanian. Data BPS tahun 2006 menunjukkan bahwa dari 55 juta ton padi yang diproduksi di Indonesia, 50%-nya diproduksi di daerah Jawa Timur, Jawa Barat dan Jawa Tengah (Hambali, 2007) sebagaimana terlihat pada Gambar 1. Di Jawa Tengah sebagai penghasil padi terbesar ketiga setelah Jawa Barat dan Jawa Timur dihasilkan 8,5 juta ton padi atau setara dengan 1,7 juta ton sekam per tahun. Jumlah sekam padi yang sedemikian besar tersebut kebanyakan hanya digunakan sebagai bahan bakar langsung pembakaran batubata atau sebagai bahan pembuatan batubata. Beberapa kegiatan pengarangan sekam sebagai bahan media tanam juga sudah dilakukan. Selain sekam padi, dari kegiatan pertanian ini juga menghasilkan jerami. Potensi produksi jerami padi per ha kurang lebih 10 – 15 ton (http://investorbio.net). Jerami umumnya digunakan sebagai bahan pupuk dan media jamur. Kegiatan pengolahan jerami untuk menghasilkan ethanol juga sedang dalam penelitian yang intensif karena jerami dan biomasa lainnya mempunyai kandungan selulosa dan hemiselulosa.
Potensi sumber biomasa lain adalah bagasse, daun tebu, hasil samping pengolahan sawit, sisa kelapa, dan sisa pohon karet. Untuk kelapa sawit, dalam proses produksi CPO, 1 ton Tandan Buah Segar (TBS) menghasilkan 200 kg CPO dan limbah padat Tandan Kosong Kelapa sawit (TKKS) 250 kg. Diperkirakan jumlah TKKS pada tahun 2006 adalah sebanyak 20.75 juta ton. Misalkan kadar air TKKS ini adalah 50%, maka jumlah TKKS kering (OD) kira-kira 10.375 juta ton (http://investorbio.net). Potensi biomasa yang lain di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1. Potensi biomasa di Indonesia
NO |
Biomasa |
Daerah Utama |
Produksi (juta ton/thn) |
Potensi Energi (GJ/thn) |
Catatan |
1. |
Karet |
Sumatera, Kalimantan, Jawa |
41 |
120 |
Batang kecil D < 10 cm, batang besar dan medium digunakan sebagai kayu bakar dengan harga Rp 20.000-30.000 /m3. |
2. |
Sisa kayu gergajian |
Sumatra, Jawa, Kalimantan |
1,3 |
13 |
Sebagian kecil sudah dimanfaatkan |
3. |
Sisa proses gula |
Jawa, Sumatera, Kalimantan Selatan |
Bagase: 10 Daun: 9,6 |
78 |
Bagase umumnya sudah digunakan di pabrik gula dalam bentuk briket untuk tungku boiler |
4. |
Sisa padi |
Jawa, Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, Bali/Nusa Tenggara |
Sekam: 12 Batang: 2 Jerami: 49 |
150 |
Umumnya dibakar di sawah. Pemanfaatan lain masih terbatas. |
5. |
Sisa kelapa |
Sumatera, Jawa, Sulawesi |
Cangkang: 0,4 Sekam: 0,7 |
7 |
Pemanfaatan terbatas sebagai kayu bakar dan produksi arang |
6. |
Sisa sawit |
Sumatera, kalimantan, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, Irian Jaya |
TKKS: 3,4 Serabut: 3,6 Cangkang: 1,2 |
67 |
Sebagian digunakan sebagai sumber energi sebagiannya dibuang percuma |
Sumber: ZREU, CGI 2000, diolah kembali
Beberapa kelebihan dan kelemahan sumber energi dari biomasa dibandingkan sumber energi terbarukan lainnya dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel Kelebihan dan kelemahan sumber energi dari biomasa dibandingkan sumber energi terbarukan lain.
|
Biomasa |
Sumber Energi Terbarukan Lain |
Kelebihan |
1. Dapat disimpan dalam jangka lama 2. Dapat dimanfaatkan sebagai sumber panas maupun daya (CHP) sehingga efisiensinya tinggi. 3. Teknologinya fleksibel, baik untuk skala kecil, sedang, ataupun besar. 4. Lebih efisien jika antara sumber energi dan pemanfaatannya berjarak dekat (reduced transportation cost). |
1. Tergantung lokasi, persediaannya cukup banyak. 2. Pengembangannya lebih ke arah pembangkitan daya. |
Kelemahan |
1. Untuk beberapa teknologi proses masih menghasilkan bau. 2. Perlu gas cleaning 3. Abu yang dihasilkan cukup tinggi sehingga maintenance peralatan lebih sering dilakukan. 4. Sparepart untuk proses gasifikasi, pirolisis, cogeneration masih terbatas. |
1. Beberapa sulit disimpan dalam waktu yang lama (Angin, air, matahari) 2. Efisiensinya masih rendah |
2. Teknologi Energi Berbahan Bakar Biomasa
Berikut ini akan dibahas lebih detail teknologi pembakaran dan gasifikasi biomasa. Walaupun demikian masih terdapat beberapa teknologi lain pemanfaatan biomasa sebagai sumber energi seperti peletisasi, pulverised biomass, briket, pirolisis dan liquification, karbonisasi, dan lainnya yang tidak dibahas pada makalah singkat ini.
2.1.Pembakaran
Teknik pembakaran biomasa untuk menghasilkan energi sudah banyak dikenal masyarakat. Tabel 3 menjelaskan beberapa ciri dari pembakaran biomasa yang perlu diperhatikan untuk aplikasi teknis.
Tabel Beberapa sifat pembakaran biomasa yang penting
No |
Parameter |
Keterangan |
1. |
Nilai Kalor |
Karena biomasa umumnya mempunyai nilai kalor antara 15-20 MJ/kg, maka energi yang dihasilkan dari proses pembakaran menghasilkan api yang temperaturnya sedang. Dari hasil pengujian di laboratorium, sebagian besar temperatur api dari pembakaran biomasa adalah sekitar 800 – 1000 K.Temperatur ini dirasakan tidak cukup tinggi untuk beberapa proses. |
2. |
Kandungan Volatil |
Karena biomasa mempunyai kandungan volatil yang tinggi, maka biomasa mempunyai keunggulan relatif mudah dinyalakan. Pada saat yang bersamaan, biomasa juga cepat habis pada saat dibakar. Teknik co-firing dengan bahan bakar jenis lain seperti batubara telah berhasil membuat penyalaan lebih mudah dan mampu memperbaiki sifat-sifat pembakaran. Teknik lain adalah dengan pengarangan biomasa. Pembakaran arang biomasa mampu menghasilkan api yang lebih stabil dan mampu mengurangi asap dari pembakaran volatil. |
3. |
Kadar abu |
Biomasa mempunyai kadar abu yang titik lelehnya lebih rendah dibandingkan titik leleh abu batubara. Teknik co-firing antara batubara dengan biomasa harus memperhatikan kondisi leleh abu karena dapat menghasilkan fouling yang berlebihan pada peralatan penukar panas. Abu pembakaran biomasa dapat digunakan sebagai salah satu bahan bangunan, bahan isolasi panas, atau sebagai pupuk. |
4. |
Kandungan energi volumetrik |
Karena massa jenis dari biomasa kering umumnya rendah, sehingga kandungan energi volumetriknya rendah. Kandungan energi volumetrik yang rendah menyebabkan biaya transportasinya tidak hemat. Dengan teknik densifikasi atau pembriketan dapat memperbaiki kandungan energi volumetrik dari biomasa. Terdapat setidaknya lima paramater fisik penting pada saat pembriketan, yaitu initial density, relaxed density, durability, kuat tekan, dan water resistance. |
5. |
Tungku dan burner |
Tungku tradisional pembakaran biomasa untuk kebutuhan rumah tangga umumnya mempunyai efisiensi yang rendah berkisar antara 7-40%. Efisiensi tungku yang lebih tinggi umumnya dicapai dengan membuat isolasi panas yang lebih baik dan pemasukan udara sekunder untuk pembakaran. Burner biomasa untuk aplikasi industri sebaiknya dirancang lebih pendek dan dilengkapi dengan peralatan pengelolaan bottom ash maupun fly ash. Burner pelet biomasa sudah mulai banyak dijual dibeberapa negara maju. |
Tabel Analisis proximate dan nilai kalor berbagai jenis biomasa
Biomasa |
Volatile (%) |
Fixed Carbon (%) |
Nilai Kalor (MJ/kg) |
Literature |
TKKS |
|
|
20,85 |
(Nakorn Worasuwannarak, 2004) |
Cangkang Kelapa |
|
|
18,2 |
(Nakorn Worasuwannarak, 2004) |
Jerami Padi |
74,4 |
18,9 |
16,1 |
(Jindaporn Jamradloedluk, _____) |
Bagasse |
71,8 |
23,4 |
18,7 |
(Jindaporn Jamradloedluk, _____) |
Sekam Padi |
62,7 |
17,4 |
17,9 |
(Jindaporn Jamradloedluk, _____) |
2.2.Gasifikasi
Gasifikasi adalah suatu proses perubahan bahan bakar padat secara termo-kimia menjadi gas, dimana udara yang diperlukan lebih rendah dari udara yang diperlukan untuk proses pembakaran. Jika perbandingan ekivalen oksidatif (l) yang diperlukan untuk proses pembakaran secara stoikiometri adalah 1, maka pada proses gasifikasi, l yang umum dipakai adalah antara 0,25 sampai 0,5.
Beberapa keunggulan dari teknologi gasifikasi biomasa yaitu
– mampu menghasilkan produk gas yang konsisten yang dapat digunakan untuk pembangkitan listrik.
– gas yang dihasilkan dapat dibersihkan dari polutan sehingga dihasilkan produk syngas yang bersih.
– efisiensi total yang dihasilkan berkisar antara 65 sampai 90%, dimana efisiensi listriknya berkisar dari 15% sampai 40% dan efisiensi panasnya berkisar dari 50% sampai 75%.
– dengan teknologi gasifikasi bertingkat, proses pada setiap tahap dapat dikontrol dengan lebih baik.
Dengan memperhatikan informasi teknik gasifikasi biomasa, maka sebaiknya gasifikasi biomasa dikembangkan dalam dua aspek yaitu utamanya sebagai penghasil panas dan kedua sebagai penghasil daya. Artinya pembangunan plant gasifikasi biomasa hendaknya dikombinasikan dengan kebutuhan panas pada suatu proses industri sehingga efisiensi total gasifikasi biomasa tinggi.
Berdasarkan konfigurasi sistem gasifikasi, kondisi operasi, dan media gasifikasi, dapat dihasilkan empat jenis kualitas gas, yaitu:
- Gas dengan nilai kalor rendah yaitu 3,5 sampai 10 MJ/m3.
- Gas dengan nilai kalor menengah yaitu 10 sampai 20 MJ/m3.
- Gas dengan nilai kalor tinggi yaitu 20 sampai 35 MJ/m3.
- Gas alam sintetis (SNG) dengan nilai kalor yaitu di atas 35 MJ/m3.
Sebelum dapat diproses lanjut, gas dari hasil proses gasifikasi biomasa sebaiknya dilakukan pembersihan. Bergantung dari aplikasinya, jenis dari gasifier, dan polutan dalam bahan bakar, beberapa tingkat pengkondisian gas seperti pembersihan dan pendinginan sangat diperlukan sebelum dapat digunakan untuk operasi gasifikasi sistem kombinasi panas dan daya (CHP). Polutan yang umum dijumpai adalah tar (hydrocarbons), debu (partikulat), ammonia, sulphur, chloride, alkalies, dll. Polutan-polutan tersebut perlu dihilangkan atau diubah.
1. Tar dapat diturunkan konsentrasinya dengan menggunakan oksidasi terbatas, steam cracking, catalysts, dan pulse corona discharged.
2. Debu (partikulat) umumnya dibersihkan dengan siklon atau saringan (filter). Dari pengalaman kami di laboratorium, abu dengan beban 600-1500 mg/Nm3 (db) dan jelaga (soot) atau charcoal m dapat dibersihkan dengan siklon.mm dan 6 mdengan ukuran partikel rata-rata 3
3. Untuk partikel kecil (fine particle) dapat dibersihkan dengan baghouse yang dilengkapi dengan saringan (filter) dan bekerja pada temperatur 150-200oC. Untuk operasi yang kontinu, saringan perlu dibersihkan dengan sesekali mengalirkan gas nitrogen pada tekanan tinggi.
4. Ammonia, sulphur dan chloride dapat dibersihkan dengan menggunakan scrubber atau menggunakan aditif.
3. Strategi
Konsep energi pedesaan atau konsep desa mandiri energi di beberapa daerah sudah mulai terwujud. Konsep ini harus diawali dengan pemetaan potensi sumber energi lokal yang dapat diperbaharui dan jenis pemakaian energi di lokasi tersebut. Berikut beberapa informasi yang penting dari budaya pemakaian energi di pedesaan.
1. Rata-rata konsumsi energi perkapita harian dalam rumah tangga pedesaan adalah sekitar 25 MJ.
2. Kegiatan utama yang menyerap banyak energi adalah untuk memasak sekitar 95% dan penerangan yaitu sekitar 5%.
3. Selain kebutuhan energi untuk memasak dan penerangan, energi pedesaan diperlukan untuk kegiatan ekonomi. Listrik dan bahan bakar minyak utamanya untuk menggerakkan peralatan pertanian, pertukangan, penggergajian, dan lainnya.
Dengan asumsi nilai kalor biomsa terendah adalah 15 MJ/kg, maka per hari per kapita penduduk desa memerlukan biomasa minimal sebanyak 1,7 kg. Jumlah biomasa ini akan bertambah banyak jika teknologi pengolahan energinya tidak efisien. Di sektor rumah tangga, tim sedang mengembangkan tungku gasifikasi biomasa. Sampai tulisan ini dibuat efisiensi energi termal dari tungku gasifikasi biomasa sudah mencapai 52%. Pada tahun ini, tim sedang mengembangkan penelitian untuk memperoleh tungku gasifikasi yang lebih bersih serta mengembangkan bahan bakar dalam bentuk briket.
Selain energi pedesaan untuk sektor rumah tangga, perlu dilihat kemandirian energi pada sektor usaha kecil menengah. Pada usaha penggilingan padi skala menengah, kapasitas gabah kering giling di daerah Sukoharjo Jawa Tengah rata-rata 1000 kg/hari. Dari aktivitas penggilingan padi ini akan diperoleh sekitar 200 kg sekam/hari. Dengan nilai kalor 17 MJ/kg, mampu diperoleh energi dari sekam padi sebanyak 3400 MJ/hari. Untuk pemakaian selama 8 jam, energi ini setara dengan 118 kW. Dengan memanfaatkan teknik gasifikasi, maka dari 94 kW akan diperoleh listrik sebanyak 35 kW (asumsi efisiensi pembangkitan daya gasifikasi 30%) dan diperoleh energi panas sebanyak 59 kW (asumsi efisiensi panas dari proses gasifikasi adalah 50%). Kebutuhan solar per hari adalah 10 liter yang digunakan untuk menggerakkan genset 30 kW. Dengan menggantikan genset berbahan solar dengan teknik gasifikasi sekam padi akan diperoleh penghematan bahan bakar solar 10 liter per hari dan panas dari proses gasifikasi dapat digunakan untuk proses pengeringan padi. Secara teknis biaya investasi yang perlu ditambahkan utamanya pada reaktor gasifikasi dan peralatan gas cleaning. Unit genset berbahan bakar solar masih dapat digunakan hanya diperlukan sedikit modifikasi supaya dapat bekerja dengan bahan bakar dari gas gasifikasi.
Langkah seperti ini dapat diterapkan juga pada industri penggergajian kayu, industri gula, dan agroindustri lain.
4. Penutup
Potensi energi dari sumber biomasa di Indonesia demikian besar. Pemanfaatannya perlu memperhatikan jenis biomasa dan teknologi yang tepat untuk mengolahnya. Biomasa dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi untuk skala kecil, menengah dan besar baik dengan teknik pembakaran maupun gasifikasi. Penerapan dalam skala rumah tangga dapat dilakukan dengan tungku gasifikasi biomasa yang efisiensinya sudah mencapai 52%. Pada skala menengah dan kecil, gasifikasi sistem unggun tetap mempunyai kunggulan tersendiri khususnya pada efisiensi listriknya yang tinggi sampai 35%. Rata-rata perkembangan yang ada mempunyai efisiensi listrik sekitar 25-35%. Dengan sistem CHP, gasifikasi mampu menghasilkan efisiensi gas dingin sekitar 80-90%. Telah dicontohkan pula bagaimana kemandirian energi pada suatu industri penggilingan padi dengan memanfaatkan sisa proses yaitu sekam padi untuk energi panas pengeringan dan pembangkitan daya untuk menggerakkan mesin giling. Langkah ini tidak harus membeli peralatan yang baru tetapi melakukan modifikasi peralatan yang sudah ada. Konsep kemandirian energi dapat diterapkan ke industri lain dengan melihat secara mendalam potensi dan teknologi yang ada.
5. Pustaka
Hambali E., Mujdalipah, S., Tambunan, A. H., Pattiwiri, A. W., Hendroko, R., 2007, Produksi Padi dan Palawija.
http://investorbio.net.
Jindaporn Jamradloedluk Chadchawan Panomai, Aurawan Tiangkratoke, and Songchai Wiriyaumpaiwong, _____, Physical Properties and Combustion Performance of Briquettes.
Nakorn Worasuwannarak Phatamaporn Potisri, Wiwut Tanthapanichakoon, 2004, Carbonization Characteristics of Thai Agricultural Residues, dalam Konferensi Sustainable Energy and Environment (SEE), 1-3 Dec 2004. Thailand.
Rezaiyan J., Cheremisinoff, N. P., 2005, Gasification Technologis: A Primer for Engineers and Scientists, Taylor & Francis Group, LLC., USA.